Kamis, 31 Juli 2008

PENATALAKSANAAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Ns. Musliadi, S.Kep.

Tujuan Pembelajaran :

1. Menjelaskan batasan perdarahan saluran cerna bagian atas

2. Memahami etio-patogenesis dari perdarahan saluran cerna bagian atas

3. Memahami peinsip penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas sesuai dengan

algoritma yang telah disepakati

4. Memahami penatalaksanaan eradikasi helicobacter pylori

Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan salah satu kegawat daruratan yang banyak ditemukan di rumah sakit seluruh dunia. Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan salahsatu indikasi perawatan di rumah sakit dan banyak menimbulkan kematian bila tidak ditangani dengan baik. Karena itulah diperlukan penatalaksanaan yang baik dan sistematis agar perdarahan SCBA tersebut tidak menimbulkan komplikasi yang berat sampai kematian. Penatalaksanaan perdarahan SCBA ini sangat tergantung dari penyebab perdarahan dan fasilitas yang ada di rumah sakit. Penyebab perdarahan SCBA di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara-negara barat. Di Indonesia penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecah varises esofagus, sedangkan di negara barat penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah tukak peptik.6 Penyebab perdarahan SCBA sebenarnya terbagi atas pecah varises esofagus dan non varises sepertai tukak peptik, gastritis erosif, tumor dan lain-lain. Kelainan SCBA non varises biasanya berhubungan dengan adanya infeksi Helicobacterpylori, obat anti inflamasi non steroid dan stres. Untuk pecah varises esofagus banyak modalitas pengobatan yang dapat dilakukan mulai dari konservatif (obat vasopresin, somatosatin dan lain-lain), tindakan endoskopik (skleroterapi, ligasi) dan pembedahan, akan tetapi sampai sekarang yang lebih bermanfaat secara evidence base adalah tindakan endoskopik. Penatalaksanaan perdarahan akibat tukak peptik masih memiliki rekurensi 15-20% dan mortalitas yang cukup tinggi. Selain tindakan endoskopi atau pembedahan sangat diperlukan obat-obatan antara lain penghambat sekresi asam lambung (seperti proton pump inhibitor/PPI) dan sitoprotektor (seperti sukralfate, tephrenone, rebamipide dan lain-lain)




Definisi

Yang dimaksud dengan hematemesis adalah muntah darah hitam dari SCBA, dimana darah yang keluar bercampur dengan asam lambung.3 Melena adalah buang air besar darah hitam dari SCBA.

Sedangkan hematokezia adalah buang air besar darah merah segar dari saluran cerna bagian bawah (SCBB). Pseudomelena adalah buang air besar berwarna hitam, tapi penyebab perdarahan berasal dari saluran cerna bagian bawah disebabkan darah terlalu lama di usus. Pseudohematokezia adalah buang air besar merah segar tapi disebabkan oleh perdarahan masif dari SCBA, dimana darah yang keluar tidak sempat bercampur dengan asam lambung. Saluran cerna bagian atas (SCBA) meliputi esofagus, gaster,

duodenum, jejunum proksimal diatas ligamentum Treitz. Saluran cerna bagian bawah (SCBB) meliputi jejunum distal dibawah ligamentum TReitz, ileum, kolon, rektum dan anus.

Epidemiologi

Dari penelitian retrospektif di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 3 tahun (1996 – 1998) didapatkan penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecahnya varises esofagus (27.2%). Tukak duodenum dan tukak lambung menduduki tempat nomer 5 dan 6 sebagai penyebab perdarahan SCBA (lihat tabel 1).

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia, disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C. Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis erosif, tukak peptik.

Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan pemakaian obat anti inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori dan stres.

Dalam penatalaksanaan perdarahan SCBA banyak faktor yang berperan terhadap hasil

pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari perdarahan SCBA antara lain. umur diatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi atau syok, adanya koagulopati, onset perdarahan di rumah sakit yang cepat, kebutuhan transfusi lebih dari 6 unit, tetap berlangsungnya perdarahan segar di lambung, perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan berhenti, perdarahan SCBA dapat berulang lagi atau rekurens. Secara endoskopik ada beberapa gambaran endoskopik yang dapat memprediksi akan terjadinya perdarahan ulang antara lain tukak peptik dengan bekuan darah yang menutupi lesi, adanya visible vessel tak berdarah, perdarahan segar yang masih berlangsung. Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh ketidak seimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS), obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah

mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel. (lihat gambar 1)




Gambar 1. Keseimbangan faktor agresif dan defensif pada mukosa.

Diagnosis Penyebab

Diagnosis penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas di lakukan dengan melakukan

anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis yang baik dan teliti serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan esofagogastro-uoenoskopi. Anamnesis dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil dan memungkinkan, sehingga tidak mengganggu pengobatan emergensi yang harus dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori dan lain-lain. Untuk memonitor perdarahan dapat dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit trombosit secara berkala tiap 6 jam dan memasang selang nasogastrik dengan pembilasan tiap 6 jam.

Dengan pemasangan selang nasogastrik kita juga dapat memastikan bahwa darah memang berasal dari saluran cerna bagian atas, walaupun tidak adanya darah melalui bilasan lambung belum menyingkirkan kalau sumber perdarahan dari saluran cerna bagian atas.

Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling

penting karena dapat memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum. Penyebab perdarahan dapat disebabkan oleh satu atau lebih penyebab, sehingga dengan diketahui pasti penyebabnya maka penatalaksanaan dapat lebih optimal. Untuk rumah sakit-rumah sakit di daerah yang belum memiliki fasilitas endoskopi saluran cerna dapat memakai modalitas lain yaitu roentgen oesofagus-lambung-duodenum (OMD) walaupun tidak begitu sensitif.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:

1. Penatalaksanaan umum/suportif

2. Penatalaksanaan khusus

3. Usaha menghilangkan faktor agresif

4. Usaha meningkatkan faktor defensif

5. Penatalaksanaan bedah

1. Penatalaksanaan umum atau suportif

Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.

Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif,

dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia atau Palmer atau Triadapafilopoulos.

Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi.

2. Penatalaksanaan khusus

Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik perendoskopik atau terapi embolisasi arteri.

Terapi hemostatik perendoskopik yang diberikan pada pecah varises esofagus yaitu

tindakan skleroterapi varises perendoskopik (STE) dan ligasi varises perendoskopik (LVE). Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip.

Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus.

Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.

3. Usaha menghilangkan faktor agresif

Usaha yang diperlukan untuk menghilangkan faktor agresif pada perdarahan SCBA karena kelainan non varises antara lain :

a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres, lingkungan, sosioekonomi

b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti asam, cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya

c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida, antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa proton (PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus intra vena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil, tidak lisis

d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :

Terapi tripel :

1. PPI + amoksisilin + klaritromisin

2. PPI + metronidazol + klaritromisin

3. PPI + metronidazol + tetrasiklin

Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :

1. Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin

2. Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin

3. Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah

resistensi tinggi klaritromisin)

4. Usaha meningkatkan faktor defensif

Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-0bat yang meningkatkan faktor defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :

a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari

b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari

c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari

d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari

e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari

f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari

5. Penatalaksanaan bedah/operatif

Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting bila

penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk dalam :

a. Keadaan gawat I sampai II

b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter

Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.

Pankreatitis akut

Pendahuluan

Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan pankreas yang secara klinis ditandai dengan nyeri perut yang akut disertai kenaikan enzim pankreas dalam darah dan urin. Pada pankreatitis akut, didapati autodigesti dari enzim pankreas terhadap sel pankreas sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Inflamasi dimulai dari perilobuler dan jaringan peripankreas dengan manifestasi edema dan nekrosis setempat.
Setelah itu, mengenai sel asiner perifer, duktus pankreatikus, pembuluh darah, dan jaringan sekitarnya. Komplikasi digolongkan menjadi dua bagian:

Komplikasi lokal, berupa: (a) Pengumpulan cairan yang akut. Hal ini paling sering terjadi, biasanya terjadi pada awal perjalanan penyakit, dan dapat membaik secara spontan; (b) Nekrosis dari pankreas. Dapat terjadi lokal atau difus, bisa juga steril dan terinfeksi; (c) Abses pankreas.
Hal ini merupakan komplikasi lokal yang jarang terjadi; serta (d) Yang lain, seperti pendarahan, trombosis vena splenikus, nekrosis, dan impaksi batu.
Komplikasi sistemik, berupa: (a) Syok sirkulasi; (b) Gagal napas; (c) Gagal ginjal akut; (d) Sepsis; (e) KID (Koagulopati Intravaskular Diseminata); (f) Hiperglikemia; dan (g) Hipokalsemia.
Secara klinis, penderita pankreatitis akut dapat beragam, dari yang mudah sembuh (self limiting) sampai yang dapat menimbulkan gejala-gejala berat dan kematian. Untuk itu, diperlukan identifikasi pasien yang mempunyai risiko untuk kematian berupa penilaian berat atau tidaknya penyakit yang diderita.

Obstruksi usus

A.KONSEP DASAR
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1.Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses
2.Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson

B.PENYEBAB
1.Perlengketan : Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2.Intusepsi : Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.
3.Volvulus : Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya
4.Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen
5.Tumor : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

C.PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.

D.TANDA DAN GEJALA
1.Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
2.Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.

E.EVALUASI DIAGNOSTIK
1.Obstruksi Usus Halus : Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi
2.Obstruksi Usus Besar : Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi abdomen. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan

F.PROGNOSIS
Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 %
Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan pada obstruksi strangulata telah dilaporkan 20-75 %
Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-kira 20 %

G.KOMPLIKASI
Peritonitis septikemia
Syok hipovolemia
Perforasi usus

H.PENATALAKSAAN BEDAH DAN MEDIS
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1.Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2.Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

KONSEP KEPERAWATAN OBSTRUKSI USUS

1.PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan diambil untuk mengidentifikasi awitan, durasi, dan karakteristik nyeri abdomen (nyeri bersifat hilang timbul)
a.Obstruksi usus halus
Adanya muntah yang mulanya mengandung empedu dan mukus dan tetap demikian bila obstruksinya tinggi. Pada obstruksi ileum, muntahan menjadi fekulen yaitu muntahan berwarna jingga dan berbau busuk. Konstipasi dan kegagalan mengeluarkan gas dalam rectum merupakan gejala yang sering ditemukan bila obstruksinya komplit. Diare kadang terdapat pada obstruksi parsial. Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter dan frekuensinya. Pasien dapat melaporkan gangguan pola tidur bila nyeri dan diare terjadi pada malam hari.
b.Obstruksi usus besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan karakteristiknya ; palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan. Adanya temuan peningkatan suhu tubuh mengindikasikan telah ada kontaminasi peritonium dengan isi usus yang telah terinfeksi.

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.Nyeri
b.Kurang volume cairan dan elektrolit
c.Konstipasi
d.Nutrisi kurang dari kebutuhan
e.Gangguan pola tidur
f.Hipertermi
g.Cemas
h.Kurang pengetahuan

3.INTERVENSI KEPERAWATAN
Peran perawat adalah memantau pasien terhadap gejala yang mengindikasikan bahwa obstruksi usus semakin buruk, serta memberikan dukungan emosional dan kenyamanan. Cairan IV dan penggantian elektrolit diberikan sesuai instruksi. Apabila kondisi pasien tidak berespon terhadap tindakan medis, perawat harus menyiapkan pasien untuk pembedahan.
Persiapan ini mencakup penyuluhan pra operatif, yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada pasca operatif diberikan perawatan luka abdomen umum

4.EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
a.Sedikit mengalami nyeri
b.Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
c.Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
d.Mendapatkan nutrisi yang optimal
e.Tidak mengalami komplikasi

Apendiksitis Akut

Etiologi Dan Patofisiologi Klien Dengan Apendiksitis Akut

Pengkajian Klien Dengan Apendiksitis Akut

Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan Klien Dengan Apendiksitis Akut

Penatalaksanaan Medis Dengan Klien Apendiksitis Akut

Pengertian

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.

Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

Patofisiologi

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

Manifestasi Klinik

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Pemeriksaan diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.

Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.

Diagnosa keperawatan

Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Intervensi keperawatan .

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.

Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.

Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.

Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.

HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.

Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.

Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.

Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.

Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.

Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.

Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.

Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman

Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.

Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan

Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan

Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.

Evaluasi.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.

Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

bahan kuliah UIN MKS untuk KGD semester IV 2008

DEPARTEMEN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Kampus II : Jl. Sultan Alauddin No. 36 Samata Sungguminasa-Gowa Telp. 04115622376.


TIU : setelah menyelesaikan mata ajar ini, mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep keperawatan kritis termasuk keperawatan gawat darurat dan merencanakan asuhan keperawatan klien dengan masalah medikal dan bedah yang mengancam kehidupan berdasarkan konsep dan prinsip keperawatan kritis sesuai dengan langkah proses keperawatan serta menggunakan peralatan khusus untuk melakukan tindakan spesifik pada pengolaan kegawatdaruratan.

NO

MGG

TUJUAN INTRUKSI KHUSUS

POKOK BAHASAN

SUB POKOK BAHASAN

SUMBER

KEPUSTAKAAN

I.

Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep kegawatdaruratan.

Mahasiswa mampu mengumpulkan data tentang respon individu dan keluaga terhadap pengalaman pelayanan kritis.

Mahasiswa mampu menjelaskan isu dan etik legal keperawatan kritis

Konsep keperawatan kritis.

1.1 Konsep pelayanan kritis.

2.1 Respon individu dan keluarga terhadap pengalaman pelayanan kritis.

3.1 Isu dan etik legal keperawatan kritis.

4.1 Kecendrungan trend dan isu keperawatan kritis.

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis.

II.

Mahasiswa mampu menjelaskan perawatan prehospital.

Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip-prinsip penanganan kegawatdaruratan secara benar.

Perawatan prehospital dan pelayanan gawat darurat.

1. Perawatan prehospital.

1.1. Jenis provider

1.2. Komunikasi

1.3. Transportasi pasien

1.4. Intervensi keperawatan prahospital secara umum.

2. Prinsip-prinsip penanganan kegawat daruratan.

2.1. Triage; pengertian, klasifikasi dan fungsi.

2.2. Tim emergency.

2.3. Disaster : pengertian, klasifikasi dan fungsi.

2.4. Konsep pelayanan di IGD.

2.5. Alur pasien di ruang kegawatan

2.6. Intervensi keperawatan emergency secara umum.

2.7. Kolaborasi.

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

III.

Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian BLS

Mahasiswa mampu mengumpulkan data pada kasus kegawatdaruatan dengan prinsip ABC.

Mahasiswa mampu menolong jika menemukan kasus gangguan irama jantung dengan benar dan tepat.

Basic life support.

1. Pengertian dan perkembangan BLS dan BCLS

2. BLS (pre dan intra hospital)

2.1.1. Pengkajian ABC

2.1.2. Penatalaksanaan henti nafas dan jantung (1 penolong/2 penolong)

3. BCLS

3.1.1. Penatalaksanaan gangguan irama jantung, pace maker, terapi trombolitik

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

IV.

Mahasiswa mampu menyebutkan pengertian syok.

Mahasiswa mampu mengakaji, menegakkan diagnosa, menyusun rencana tindakan pada kasus syok.

Askep syok dan resusitasi cairan.

1. Pengertian dan definisi syok

2. Jenis- jenis syok

3. Mekanisme kompensasi

4. Komplikasi syok

5. Pengkajian syok

6. Diagnose keperawatan pada klien dengan syok

7. Penatalaksanaan medik pada syok

7.1.1. Jenis- jenis cairan yang digunakan

7.1.2. Pemberian transfusi darah

7.1.3. Obat- obatan

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

V.

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kasus klien dengan kedaruratan kardiovaskuler.

Mahasiswa mampu menolong pasien dengan kasus Fibrilasi Ventrikel secara benar dan tepat.

Askep klien dengan kegawatan system kardiovaskuler.

1. Akute MCI

1.1.1. Etiologi MCI dan faktor- faktor penyebabnya

1.1.2. Pengkajian kegawatdaruratan MCI

1.1.2.1.1. Paru

1.1.2.1.2. Jantung

1.1.2.1.3. Sistemik

1.1.2.1.4. Pengkajian lab

1.1.3. EKG

1.1.4. Penatalaksanaan keperawatan kegawatan MCI

1.1.5. Penatalaksanaan medis MCI

2. Fibrilasi ventrikel

2.1.1. Etiologi fibrilasi ventrikel

2.1.2. Pengkajian klien FV

2.1.2.1.1. Gambaran EKG

2.1.2.1.2. Gambaran klinis

2.1.2.1.3. Laboratorium

3. Penatalaksanaan kegawatan FV

4. Penatalaksanaan medis dan obat-obatan

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

VI.

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kasus klien dengan kedaruratan sistem pernafasan.

Mahasiswa mampu menguraikan prosedur pemeriksaan fisik dan diagnostik untuk melengkapi data kasus sesuai dengan patofisiologi yang terjadi jika diberi data-data dan gejala klinis kasus klien dengan kedaruratan sistem pernafasan.

Askep klien dengan kegawatan system pernafasan.

1. Acute Respiratori Distress Syndrome Dan Edema Paru

1.1.1. Pengertian Ards, Edema Paru Dan Patofisiologinya

1.1.2. Kegawatan Yang Ditimbulkan

1.1.3. Pengkajian ARDS Dan Edema Paru

1.1.4. Patofisiologi ARDS Dan Edema Paru

1.1.5. Pengkajian Klien ARDS Dan Edema Paru

1.1.5.1.1. Observasi

1.1.5.1.2. Rontgen Thoraks

1.1.5.1.3. Laboratorium

1.1.6. Penatalaksanaan Keperawatan Untuk Klien ARDS Dan Edema Paru

1.1.7. Penatalaksanaan Medis

1.1.8. Penatalaksanaan Kegawatan ARDS

1.1.9. Kolaborasi

2. Gagal Nafas

2.1.1.Pengkajian Klien Gagal Nafas

2.1.1.1.1. Observasi

2.1.1.1.2. Rontgen Thoraks

2.1.1.1.3. Laboratorium AGD

2.1.2. Penatalaksanaan Keperawatan Untuk Klien Gagal Nafas

2.1.3. Penatalaksanaan Medis

3. Status Asmatikus

3.1.1.Patofisiologi Status Asmatikus

3.1.2.Tingkat Asma Dan Pengertian Status Asmatikus

3.1.3.Pengkajian

3.1.3.1.1. Observasi Dan Pemeriksaan Fisik

3.1.3.1.2. Laboratorium

3.1.3.1.3. Spirometri

3.1.3.1.4. Radiologi

3.1.4. Obat-Obatan Status Asmatikus

3.1.5. Penatalaksanaan Kegawatan Dan Status Asmatikus

3.1.5.1.1. Posisi

3.1.5.1.2. Inhalasi

4. Trauma Dada

4.1.1. Etiologi Trauma Dada

4.1.1.1.1. Trauma Tajam

4.1.1.1.2. Trauma Tumpul

4.1.2. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Trauma Dada ( Immediate Nursing Action)

4.1.3. Pengkajian

4.1.3.1.1. Fisik Dan Anamnese

4.1.3.1.2. EKG Dan Rontgen

4.1.4. Penatalaksanaan Keperawatan Trauma Dada

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

VII. 17 APRIL

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kasus klien dengan kedaruratan sistem persarafan.

Mahasiswa mampu menguraikan prosedur pemeriksaan fisik dan diagnostik untuk melengkapi data kasus sesuai dengan patofisiologi yang terjadi jika diberi data-data dan gejala klinis kasus klien dengan kedaruratan sistem persarafan.

Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa, rencana tindakan pada kasus kegawatdaruratan dengan sistem neurology.

Askep klien dengan kegawatan system neurology.

1. Peningkatan Tekanan Intrakranial

1.1.1. Mekanisme Peningkatan Tekanan Intrakranial Pada Trauma Kepala Dan Stroke

1.1.2. Menegemen Kegawatdaruratan Dan Stabilisasi Trauma Kepala

1.1.3. Pengkajian Trauma Kepala Dan Penningkatan TIK

1.1.4. Penatalaksanaan Medis Dengan Klien Peningkatan TIK

2. Trauma Spinal

2.1.1. Mekanisme Dan Patofisiologi Trauma Spinal

2.1.2. Komplikasi Trauma Spinal

2.1.3. Intervensi Keperawatan Klien Dengan Trauma Spinal

2.1.4. Penatalaksanaan Medis Dengan Klien Trauma Spinal

3. Kejang

3.1.1. Mekanisme Timbulnya Kejang

3.1.2. Pengkajian Kejang

3.1.3. Intervensi Keperawatan Klien Kejang

3.1.4. Intervensi Medis Kejang

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

21- 26 APRIL 2008 MID TEST

IX.

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kasus klien dengan kedaruratan sistem pencernaan.

Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa, rencana tindakan pada kasus kegawatdaruratan dengan sistem pencernaan.

Askep Klien Dengan Kegawatan Saluran Cerna

1. Perdarahan Saluran Cerna

1.1. Etiologi Dan Patofisiologi Klien Dengan Perdarahan Saluran Cerna

1.2. Pengkajian Klien Dengan Perdarahan Saluran Cerna

1.2.1. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan Klien Dengsn Perdarahan Saluran Cerna

1.3. Penatalaksanaan Medis Dengan Klien Perdarahan Saluran Cerna

2. Pankreatitis Akut

2.1. Etiologi Dan Patofisiologi Klien Dengan Pankreatitis Akut

2.2. Pengkajian Klien Dengan Pankreatitis Akut

2.2.1. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan Klien Dengsn Pankreatitis Akut

2.3. Penatalaksanaan Medis Dengan Klien Pankreatitis Akut

3. Obstruksi

3.1. Etiologi Dan Patofisiologi Klien Dengan Obstruksi

3.2. Pengkajian Klien Dengan Obstruksi

3.2.1. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan Klien Dengsn Obstruksi

3.3. Penatalaksanaan Medis Dengan Klien Obstruksi

4. Apendiksitis Akut

4.1. Etiologi Dan Patofisiologi Klien Dengan Apendiksitis Akut

4.2. Pengkajian Klien Dengan Apendiksitis Akut

4.2.1. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan Klien Dengan Apendiksitis Akut

4.3. Penatalaksanaan Medis Dengan Klien Apendiksitis Akut

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

X.

Askep Klien Dengan Kegawatan Sistem Perkemihan

1. ARF

1.1. Patofisiologi ARF

1.2. Manisfestasi klinis ARF

1.3. Pengkajian

1.3.1.1.Anamnese

1.3.1.2.Fisik

1.3.1.3.Laboratorium

1.4. Penatalaksanaan kegawatan keperawatan ARF

1.4.1.1.Penanganan cairan elektrolit

1.4.1.2.Penatalaksanan diuretik

1.4.1.3.Penatalaksanaan nutrisi

1.5. Penatalaksanaan medis

2. Dialisis dan transparasi

2.1. Definisi dan jenis

2.2. Penyakit- penyakit yang dapat mencetuskan dialisa dan transpantasi

2.3. Penatalaksanaan keperawatan

2.4. Efek samping /komplikasi

2.5. Diet pasien (nutrisi, cairan)

3. Kolik renal

3.1. Etiologi kolik renal

3.2. Manifestasi klinik

3.3. Penatalaksanaan keperawatan

3.4. Penatalaksanaan medis

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

XI.

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kasus klien dengan kedaruratan endokrin.

Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa, rencana tindakan pada kasus kegawatdaruratan dengan sistem endokrin.

Askep Klien Dengan Kegawatan Endokrin

Ketoasidosis

1. Etiology Dan Faktor- Faktor Pencetus Ketoasidosis

2. Patofisiologi Ketoasidosis Dan Komplikasinya

3. Manisfestasi Klinik Dan Laboratorium

4. Penatalaksanaan Kegawatan

4.1.1. Rehidrasi Cairan Dan Elektrolit (Protokok Ketoasidosis)

4.1.2. Koreksi Ph Dan Insulin

4.1.3. Nutrisi

5. Hipoglikemia

5.1.1. Etiologi Dan Faktor- Faktor Pencetus

5.1.2. Patofisiologi Dan Manisfestasi Klinis

5.1.3. Penatalaksanaan Kegawatan Hipoglikemia

5.1.4. Pencegahan

6. Krisis Tiroid

6.1.1. Etiology Dan Faktor- Faktor Pencetus

6.1.2. Patofisiologi

6.1.3. Manisfestasi Dan Komplikasi

6.1.4. Penatalaksanaan Kegawatan

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

XII.

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kasus klien dengan kedaruratan demgan keracunan.

Askep Klien Dengan Keracunan

Keracunan Obat Dan Zat Kimia

1. Keracunan Obat Dan Zat Kimia

2. Jenis- Jenis Obat Dan Zat Kimia: Baygon, Amphetamin, Dan Morphin

2.1.1. Patofisiologi Kerusakan

2.1.2. Manifestasi Klinik

2.1.3. Penatalaksanaan Kegawatan

2.1.3.1.1. Antidote

2.1.3.1.2. Penanganan Syok Dan Kerusakan Jaringan

2.1.4. Pencegahan

3. Gigitan Ular Dan Serangga

3.1.1. Patofisiologi

3.1.2. Manifestasi Klinik

3.1.3. Penatalaksanaan Kegawatan

3.1.3.1.1. Antidote

3.1.3.1.2. Penanganan Syok Dan Kerusakan Jaringan

4. Keracunan Gas

4.1.1. Jenis- Jenis Gas

4.1.2. Patofisiologi

4.1.3. Manifestasi Klinik

4.1.4. Penatalaksanaan Kegawatan

4.1.4.1.1. Antidote

4.1.4.1.2. Penanganan Syok

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

13.

XIII.

Bila diberi demonstrasi tindakan keperawatan pada alat peraga dan klien yang terkait dengan diagnosis keperawatan klien yang mengalami masalah medikal dan bedah dengan kegawatdaruratan, mahasiswa mampu melakukan tindakan tersebut.

Kegiatan Laboratorium dengan Penatalaksanaan Henti Nafas dan Jantung dengan ( 1 penolong / 2 penolong )

Resusitasi, stabilisasi dan transportasi

1. Penatalaksanaan ABC

2. Mendemonstrasikan resusitasi.

3. Mendemonstrasikan tekhnik transportasi pada kasus kegawatdaruratan

4. Mendemonstrasikan tekhnik stabilisasi pada kasus kegawatdaruratan.

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

14.

XIV.

Bila diberi demonstrasi tindakan keperawatan pada alat peraga dan klien yang terkait dengan diagnosis keperawatan klien yang mengalami masalah medikal dan bedah dengan kegawatdaruratan, mahasiswa mampu melakukan tindakan tersebut.

Praktikum skill laboratorium dengan memahami prinsip hemodinamik.

Memonitoring hemodinamik

  1. Identifikasi dasar fisiologi untuk memonitoring hemodinamik pada pasien kritis.
  2. Memahami indikasi, pengukuran, komplikasi dan implikasi keperawatan dihubungkan dengan memonitoring CVP, left atrial pressure, pulmonary arteri pressure, dan intra arteri pressure.
  3. Memahami kondisi-kondisi dengan gangguan hemodinamik
  4. Memahami relevansi klinik dari, dan metode untuk mengukur curah jantung
  5. Memahami rasional dan metode monitoring berkelanjutan saturasi oksigen.

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

15.

XV.

Bila diberi demonstrasi tindakan keperawatan pada alat peraga dan klien yang terkait dengan diagnosis keperawatan klien yang mengalami masalah medikal dan bedah dengan kegawatdaruratan, mahasiswa mampu melakukan tindakan tersebut.

Praktikum skill laboratorium dengan memahami kumbah lambung.

Kumbah lambung

1. Penyebab-penyebab pemasangan Kumbah lambung

2. Perkembangan teori penggunaan Kumbah lambung di klinik

3. Tujuan pemasangan Kumbah lambung.

4. Alat dan prosedur pemasangan.

5. Kontraindikasi dan komplikasi Kumbah lambung.

Emergency Nurse Association (19991). Standart Of Emergency Practice ( 2nd ed.) Mosby Year Book. St. Louis.

Hudak. E. et.all (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Jakarta : EGC.

Lyne a. Thelan, joseph K. D (1994). Critical Care Nursing Diagnosis and Management, Mosby Year Book. St. Louis.

http://www.cinahl.com

http://www.medicine.com

Sheehy B.S. Emergency Nursing: Principle and Practice (3rd ed), Mosby Year Book. St. Louis

23 JUNI 4 JULI 2008 FINAL TEST

Samata, Maret 2008.

Koordinator Mata Ajar,

Musliadi, S.Kep. Ns. Mkes.